Delite20's Blog

November 5, 2009

Wawasan Nusantara

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia di dunia mempunyai kedudukan sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai wakil Tuhan (Khalifatullah) di bumi yang menerima amanatNYA untuk mengelola kekayaan alam. Adapun sebagai wakil Tuhan di bumi, manusia dalam hidupnya berkewajiban memelihara dan memanfaatkan segenap karunia kekayaan alam dengan sebaik-baiknya untuk kebutuhan hidupnya. Manusia dalam melaksanakan tugas dan kegiatan hidupnya bergerak dalam dua bidang, universal filosofis dan sosial politis. Bidang universal filosofis bersifat transenden dan idealistik, misalnya dalam bentuk aspirasi bangsa, pedoman hidup dan pandangan hidup bangsa. Aspirasi bangsa ini menjadi dasar wawasan nasional bangsa Indonesia dalam kaitannya dengan wilayah Nusantara. Sebagai negara kepulauan dengan masyarakatnya yang berbhinneka. Negara Indonesia memiliki unsur-unsur kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang strategis dan kaya sumber daya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh bangsa dan satu tanah air. Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai pedoman agar tidak terombang-ambing. Salah satu pedoman bangsa Indonesia adalah wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara, sehingga disebut Wawasan Nusantara.

Namun sebagai negara kepulauan dengan jarak antar pulaunya yang luas, memberikan posisi yang kurang menguntungkan bagi negara Indonesia. Dengan batas wilayah laut dengan jarak 3 mil laut dari bibir pantai membuat wilayah Indonesia dipisahkan oleh perairan internasional yang terntu saja bebas dilayari oleh kapal-kapal asing, kekuatan militer sekalipun tidak terbendung untuk melewatinya.

Hal yang tidak diharapkan bisa terjadi pada Negara Indonesia ini. Seperti yang telah terjadi yaitu persengketaan Pulau Sipadan dan Ligitan serta dilanjutkan pengklaiman perairan Ambalat oleh Malaysia. Namun telah diputuskan oleh Mahkamah Internasional bahwa pemilik sah Pulau Sipadan dan Ligitan adalah Malaysia. Ada banyak anggapan bahwa Indonesia dalam menangani masalah ini kurang serius. Padahal tidak sepenuhnya benar bahwa penanganan yang dilakukan kurang serius.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah wawasan nusantara itu ?

2. Apa saja yang mempengaruhi wawasan nusantara ?

3. Bagaimana persengketaan wilayah dengan Malaysia terjadi ?

4. Bagaimana penyelesaian sengketa yang dilakukan ?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui dan memahami maksud wawasan nusantara.

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi wawasan nusantara.

3. Untuk mengetahui terjadinya persengketaan wilayah dengan Malaysia.

4. Untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa.

BAB II

PENGERTIAN WAWASAN NUSANTARA

Istilah wawasan berasal dari kata “wawas” yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan inderawi. Akar kata ini membentuk kata “mawas” yang berarti memandang, meninjau, atau cara melihat. Sedangkan istilah Nusantara berasal dari kata “nusa” yang berarti pulau-pulau dan “antara” yang berarti diapit di antara dua hal. Istilah Nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak di antara samudra Pasifik dan samudra Indonesia serta diantara benua Asia dan benua Australia.

Istilah nasional menunjukkan kata sifat, ruang lingkup, bentuk yang berasal dari nation yang berarti bangsa. Dengan demikian maka arti wawasan nasional adalah cara pandang suatu bangsa yang perwujudannya ditentukan oleh dialog dinamis bangsa tersebut dengan lingkungannya sepanjang sejarahnya, kondisi obyektif, geografis, maupun kebudayaannya sebagai kondisi subyektif, serta idealitas yang dijadikan aspirasi sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat. Istilah nusantara digunakan untuk mewakili atau menggambarkan wilayah perairan dan gugusan pulau yang ada di Indonesia.

Setiap bangsa mempunyai Wawasan Nasional (National outlook) yang merupakan visi bangsa yang bersngkutan menuju ke masa depan. Kehidupan berbangsa dalam suatu Negara memerlukan suatu konsep cara pandangan atau wawasan nasional yang bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup dan keutuhan bangsa dan wilayahnya serta jati diri bangsa itu. Bangsa yang dimaksudkan disini adalah bangsa yang menegara (nation state). Adapun wawasan nasional bangsa Indonesia dikenal dengan Wawasan Nusantara.

Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Sedangkan Wawasan Nusantara mempunyai arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah Nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Dengan demikian Wawasan Nusantara berperan untuk membimbing bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan kehidupannya serta sebagai rambu-rambu dalam perjuangan mengisi kemerdekaannya. Wawasan Nusantara sebagai cara pandangan juga mengajarkan bagaimana pentingnya membina persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan Negara dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.

BAB III

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAWASAN NUSANTARA

  1. A. WILAYAH (GEOGRAFI)
    1. Asas Kepulauan  (Archipelagic Principle)

Kata archipelago dan archipelagic berasal dari kata Italia archipelagos. Akar katanya adalah archi berarti terpenting, terutama, dan pelages berarti laut atau wilayah lautan. Jadi, archipelago dapat diartikan sebagai lautan terpenting.

Istilah archipelago antara lain terdapat dalam naskah resmi perjanjian antara Republik Venezza dan Michael Palaleogus pada tahun 1268. Perjanjian ini menyebut “Arc(h) Pelago” yang maksudnua adalah “Aigaius Pelagos” atau Laut Aigia yang dianggap sebagai laut terpenting oleh Negara-negara yang bersangkutan. Pengertian ini kemudian berkembang tidak hanya laut Aigaia tetapi termasuk pulau-pulau didalamnya. Istilah archipelago adalah wilayah lautan dengan pulau-pulau di dalamnya. Arti ini kemudian menjadi pulau-pulau saja tanpa menyebut unsure lautnya sebagai akibat penyerapan bahasa Barat, sehingga archipelago selalu diartikan kepulauan atau kumpulan pulau.

Lahirnya asas archipelago mengandung pengertian bahwa pulau-pulau tersebut selalu dalam kesatuan utuh, sementara tempat unsur perairan atau lautan antara pulau-pulau berfungsi sebagai unsure penghubung dan bukan unsure pemisah. Asas dan wawasan kepulauan ini dijumpai dalam pengertian The Indian Archipelago. Kata archipelago pertama kali dipakai oleh John Crawford dalam bukunya The History of Indian Archipelago (1820). Kata Indian Archipelagos diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda Indische Archipel, yang semula ditafsirkan sebagai wilayah kepulauan Andaman sampai Marshanai.

  1. Kepulauan Indonesia

Bagian wilayah Indische Archipel yang dikuasai Belanda dinamakan Nederlandsch Oost Indische Archipelago. Itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian menjadi wilayah Negara Republik Indonesia. Sebagai sebutan untuk kepulauan ini sudah banyak nama dipakai, yaitu “Hindia Timur”, “Insulinde” oleh Multaluti, “Nusantara”,”Indonesia” dan “Hindia Belanda” pada masa penjajahan Belanda. Bangsa Indonesia sangat mencintai nama Indonesia meskipun bukan dari bahasanya sendiri, tetapi ciptaan orang barat. Dalam bahasa Yunani, “Indo” berarti India dan “nesos” berarti pulau. Indonesia mengandung makna spiritual, yang didalamnya terasa ada jiwa perjuangan menuju cita-cita luhur, Negara kesatuan, kemerdekaan dan kebesaran.

  1. Konsepsi tentang Wilayah Lautan

Dalam perkembangan hokum laut intrenasional dikenal beberapa konsepsi mengenai pemilikan dan penggunaan wilayah laut sebagai berikut:

a)    Res Nullius, menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memilikinya.

b)   Res Cimmunis, menyatakan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia karena itu tidak dapat dimiliki oleh masing-masing Negara.

c)    Mare Liberum, menyatakan bahwa wilayah laut adalah bebas untuk semua bangsa.

d)   Mare Clausum (The Right and Dominion Of the Sea), menyatakan bahwa hanya laut sepanjang pantai saja yang dapat dimiliki oleh suatu negara sejauh yang dapat dikuasai dari darat.

e)    Archipelagic State Principles (asas Negara Kepulauan) yang menjadikan dasar dalam Konvensi PBB tentang hukum laut.

Sesuai dengan Hukum Laut Internasional, secara garis besar Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki Laut Teritorial, Perairan Pedalaman, Zone Okonomi Eksklusif, dan Landas Kontinen.

  1. Negara kepulauan adalah suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.
  2. Laut Teritorial adalah satu wilayah laut yang lebarnya tidak melebihi 12 mil laut diukur dari garis pangkal, sedangkan garis pangkal adalah garis air surut terendah sepanjang pantai, seperti yang terlihat pada peta laut skala besar yang berupa garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari dua pulau dengan batas-batas tertentu sesuai konvensi. Kedaulatan suatu Negara pantai mencakup daratan, perairan pedalaman dan laut territorial tersebut.
  3. Perairan Pedalaman adalah wilayah sebelah dalam daratan atau sebelah dalam dari garis pangkal.
  4. Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal. Di dalam ZEE negara yang bersangkutan mempunyai hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam hayati dari perairan.
  5. Landas Kontinen suatu negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya yang treletak di luar laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah daratannya. Jaraknya 200 mil laut dari garis pangkal atau dapat lebih 100 mil dari itu dengan tidak melebihi 350 mil, tidak boleh melebihi 100 mil dari garis batas kedalaman dasar laut sedalam 2500 m.
  6. Karakterisrik Wilayah Nusantara

Nusantara berarti Kepulauan Indonesia yang teletak diantara benua Asia dan benua Australia dan diantara samudra Pasifik dan samudra Indonesia, yang terdiri dari 17.508 pulau besar maupun kecil. Jumlah pulau yang sudah memiliki nama adalah 6.044 buah. Kepulauan Indonesia terletak pada batas-batas astronomi sebagai berikut:

Utara               : + 60 08’LU

Selatan                        : + 110 15’ LS

Barat               : + 940 45’ BT

Timur               : + 1410 05’ BT

Luas wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2, yang terdiri dari daratan seluas 2.027.087 km2 dan perairan seluas 3.166.163 km2. Luas wilayah daratan Indonesia jika dibandingkan dengan Negara-negara Asia Tenggara merupakan yang terluas. Sedangkan jika dibandingkan dengan Negara-negara di dunia, maka luas wilayah daratan Indonesia menempati urutan ke-14.

  1. B. GEOPOLITIK DAN GEOSTRATEGI
    1. Geopolitik

Geopolitik memaparkan dasra pertimbangan dalam menentukan alternative kebiajakan national untuk mewujudkan tujuan tertentu. Prinsip-prinsip dalam geopolitik menjadi perkembangan suatu wawasan nasional. Pengertian geopolitik telah diperaktikkan sejak abad XIX, namun pengertiannya baru tumbuh pada awal abad XX sebagai ilmu penyelengggaraan Negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah yang menjadi tempat tinggal suatu bangsa.

Pandangan Geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang luhur dengan jelas dan tegas tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

Oleh karena itu bangsa Indonesia juga menolak paham spansionisme dan adu kekuatan yang berkembang di barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham rasialisme, karena semua manusia mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal.

Dalam hubungan Internasional, bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaan yang membentuj suatu wawasan kebangsaan dengan menolak pandangan Chauvisme. Bangsa Indonesia delalu terbuka untuk menjalin kerjasama antar bangsa yang saling menolong dan saling menguntungkan. Semua ini dalam rangka ikut mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia yang abadi.

  1. Geostrategi

Strategi adalah politik dalam pelaksanaan, yaitu upaya bagauimana mencapai tujuan atau sasran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan politik. Karena strategi merupakan upaya pelaksanaan, maka strategi pada hakikatnya merupakan suatu seni yang implementasinya didasari oleh intuisi, perasaan dan hasil pengalaman. Startegi juga dapat merupakan ilmu, yang langkah-langkahnya selalu berkaitan dengan data dan fakta yang ada. Sni dan ilmu digunakan sekaligus untuk membina atau mengelola sumber daya yang dimiliki dalam suatu rencana dan tindakan.

Strategi biasanya menjangkau masa depan, sehingga pada umumnya strategi disusun secara bertahap dengan memperhitungkan factor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian geostrategic adalah perumusan strategi nasional dengan memeprhitungkan kondisi dan konstelasi geografi sebagai factor utamanya. Disamping itu dalam merumuskan strategi perlu pula memperhatikan kondisi social, budaya, penduduk, sumber daya alam, lingkungan regional maupun internasional.

  1. C. PERKEMBANGAN WILAYAH INDONESIA DAN DASAR HUKUMNYA
    1. Sejak 17 Agustus 1945 sampai dengan 13 Desember 1957

Wilayah Negara Republik Indonesia ketika merdeka meliputi wilayah bekas Hindia Belanda berdasarakan ketentuan dalam “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonatie” tahun 1939 tentang batas wilayah laut territorial Indonesia. Ordonansi tahun 1939 tersebut menetapkan batas wilayah laut territorial sejauh 3 mil dari garis pantai ketika surut, dengan asas pulau demi pulau secara terpisah-pisah. Sebagian besar wilayah perairan dalam pulau-pulau merupakan perairan bebas. Hal ini tentu tidak sesuai dengan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan RI.

  1. Dari Deklarasi Juanda

Pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi Juanda yang dinyatakan sebagai pengganti Ordonansi tahun 1939 dengan tujuan sebagai berikut:

a)      Perwujudan bentuk wilayah NKRI yang ututh dan bulat.

b)      Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia disesuaikan dengan asas Negara kepulauan.

c)      Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan NKRI.

Kemudian Laut teritorial diukur sejauh 12 mil dari titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan. Sehingga merupakan satu kesatuan wilayah yang utuh dan bulat. Semua perairan di antara pulau-pulau Nusantara menjadi laut territorial Indonesia. Tiga perliam wilayah Indonesia berupa perairan atau lautan. Oleh karena itu Negara Indoensia dikenal sebagai Negara maritime.

Untuk mengatur lalu lintas perairan maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1962 tentang lalu lintas damai di perairan pedalaman Indonesia yang meliputi:

a)      Semua pelayaran dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia.

b)      Semua pelayaran dari pelabuhan Indonesia ke laut bebas.

c)      Semua pelayaran dari dank e laut bebas dengan melintasi perairan Indonesia.

Pengaturan tersebut sesuai dengan salah satu tujuan Deklarasi Juanda tersebut diatas dalam rangka menjaga keselamatan dan keamanan RI.

  1. Dari 17 Februari 1969 (Deklarasi Landas Kontinen) sampai saat ini

Deklarasi tentang landas kontinen Negara RI merupakan konsep politik yang berdasarkan konsep wilayah. Deklarasi ini dipandang pula sebagai upaya untuk mengesahkan Wawasan Nusantara. Disamping dipandang sebagai upaya untuk mewujudkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Konsekuensinya bahwa sumber kekayaan alam dalam landas kontinen Indonesia adalah milik ekesklusif Negara RI.

Asas-asa pokok yang termuat di dalam Deklarasi tentang landas kontinen adalah sebagai berikut:

a)      Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landas kontinen Indonesia adalah milik eksklusif Negara RI.

b)      Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas kontinen dengan negar-negara tetangga melalui perundingan.

c)      Jika tak ada garis batas, maka landas kontinen adalah suatu garis yang ditarik di tengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar Negara tetangga.

d)     Claim tersebut tidak memepengaruhi sifat serta status dari perairan diatas landas kontinen Indonesia maupun udara diatasnya.

Demi kepastian hokum dan untuk mendukung kebijaksanaan Pemerintah, asas-asas pokok tersebut dituangkan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Di samping itu UU No.1/1973 juga memberi dasar bagi pengaturan eksplorasi serta penyelidikan ilmiah atas kekayaan alam di landas kontinen dan masalah-masalah yang ditimbulkannya.

  1. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Pengumuman Pemerintah Negara tentang Zona Ekonomi Eksklusif terjadi pada 21 Maret 1980. Batas ZEE adalah selebar 200 mil yang dihitung dari garis dasar laut wilayah Indonesia. Aalasan-alasan yang mendorong Pemerintah mengumumkan ZEE adalah:

a)      Persediaan ikan yang semakin terbatas.

b)      Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia.

c)      ZEE mempunyai kekuatan hokum internasional.

BAB IV

PERSENGKETAAN WILAYAH NKRI DENGAN MALAYSIA

  1. A. PERSENGKETAAN PULAU SIPADAN DAN LIGITAN

Tentang sengketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara pihak NKRI dan Malaysia yang telah berlangsung lebih dari 40 tahun, akhirnya kedua Negara sepakat untuk diselesaikan dihadapan Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Pada tanggal 31 Mei 1997 kasus persengketaan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ditandatangani di Mahkamah Internasional oleh pihak NKRI dan Malaysia untuk disidangkan dihadapan Mahkamah Internasional.

Persidangan yang memakan waktu lebih dari 4 tahun itu yang dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional yang menangani perkara Pulau Sipadan-Ligitan yang dipimpin oleh 15 orang hakim, ditambah 1 orang hakim panitera. Para hakim itu adalah Gilbert Guillaume (Prancis, ketua), Shi Jiuyong (Cina, wakil ketua), Shigeru Oda (Jepang), Raymond Ranjeva (Madagaskar), Géza Herczegh (Hongaria), Carl-August Fleischhauer (Jerman), Abdul G. Koroma (Sierra Leone), Vladlen S. Vereshchetin (Federasi Rusia), Rosalyn Higgins (Inggris), Gonzalo Parra-Aranguren (Venezuela), Pieter H. Kooijmans (Belanda), Francisco Rezek (Brazil), Awn Shawkat Al-Khasawneh (Yordania), Thomas Buergenthal (AS), Nabil Elaraby (Mesir), dan panitera Philippe Couvreur (Belgia). Ternyata pada tanggal 17 Desember 2002, Hakim Ketua Mahkamah Internasional Gilbert Guillaume yang berasal dari Prancis memutuskan bahwa Malaysia memiliki hak kedaulatan atas pulau Sipadan dan Ligitan atas dasar pertimbangan Effectivites (effective occupation). Artinya Pemerintah Penjajah Inggris telah melakukan tindakan administratif nyata yang berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpul telur penyu sejak tahun 1930, dan pembangunan mercu suar sejak awal tahun 1960.

Dari pihak NKRI mengajukan alasan dasar yang dinamakan dengan teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891, sedangkan dari pihak Malaysia mengajukan alasan dasar yang dinamakan teori Chain of Title atau rantai kepemilikan.

Dibawah diungkapkan apa yang tersembunyi dibalik alasan dasar teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891 yang diajukan pihak NKRI dan teori Chain of Title atau rantai kepemilikan yang diajukan oleh pihak Malaysia.

Gambar 1. Pulau Sipadan

Sumber : http://www.sctv.co.id

TEORI TREATY BASED TITLE ATAU KONVENSI 1891 YANG DIAJUKAN PIHAK NKRI

  1. Pihak NKRI mengklaim Pulau Sipadan-Ligitan berdasarkan pada Konvensi 1891 atau teori Treaty Based Title. Teori Treaty Based Title merupakan instrumen yang menyelesaikan sengketa antara pihak Belanda dan Inggris mengenai batas kepemilikan wilayah di Borneo Utara.
  2. Dimana Pulau Sipadan dan Ligitan berada di wilayah yang diperebutkan oleh Kesultanan Bulungan dan Kesultanan Sulu pada abad 19. Tidak jelasnya batas daerah wilayah kekuasaan Kesultanan Bulungan dan Kesultanan Sulu itu ternyata seterusnya sampai ke pihak penjajah Inggris dan pihak penjajah Belanda, dimana Inggris menjajah Kesultanan Sulu sedangkan Belanda menjajah Kesultanan Bulungan. Dimana ketidak jelasan batas daerah wilayah dari kedua Kesultanan itu telah diselesaikan melalui Teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891.
  3. Karena Teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891 begitu penting, maka penjajah Belanda melakukan amandemen atas instrumen hukum lokalnya yang menjelaskan batas wilayah Kesultanan Bulungan. Teori Treaty Based Title menetapkan juga batas wilayah darat yaitu membagi daratan Borneo menjadi dua bagian dan membagi pulau-pulau disekitarnya berdasarkan gari 4 derajat 10 menit Lintang Utara. Bagian yang berada di bagian utara garis tersebut milik penjajah Inggris dan yang terletak dibagian selatan milik penjajah Belanda.
  4. Seterusnya, setelah Belanda menerima bagian timur patai Borneo dari Ingris dalam perjanjian Traktat 1814, selanjutnya penjajah Belanda memberikan membuat kontrak dan memberikan gelar Sultan kepada daerah wilayah jajahannya yang meliputi Sambaliung, Gunung Tabur dan Bulungan. Khusus kepada Sultan Bulungan Belnda ketika membuat kontrak mencantumkan uraian geografis atas daerah yang telah menjadi wilayah kekuasaannya.
  5. Berdasarkan Teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891, menurut pihak NKRI, pihak Kesultanan Bulungan memiliki klaim lebih baik atas Pulau Sipadan dan Ligitan dibanding dengan Kesultanan Sulu, karena posisi kedua Pulau tersebut berada dibagian selatan garis Teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891, yaitu 4 derajat 10 menit LU, maka kedua Pulau tersebut berada dibawah hak milik Belanda.
  6. Dalam Pasal IV Teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891 menyebutkan bahwa batas wilayah bagian timur antara Belanda-Inggris dengan perkataan “continued eastward along” diartikan bahwa garis 4 derajat 10 menit LU itu terus memanjang ke laut ke arah timur, jadi bukan berhenti di Pulau Sebatik saja. Penafsiran pihak NKRI tersebut didasarkan pada Pasal 31 Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional yang menyatakan bahwa suatu perjanjian harus ditafsirkan dalam semangat dan iktikad baik sesuai dengan arti sesungguhnya dalam konteks dan tujuannya.
  7. Kemudian perkataan “across” yang tercantum dalam pasal IV Teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891 diartikan oleh pihak NKRI dengan “through and beyond the object being crossed”. Jadi, garis 4 derajat 10 menit LU itu tidak hanya berhenti sampai di Pulau Sebatik saja, melainkan terus memanjang ke laut ke arah timur.
  8. Menurut garis 4 derajat 10 menit LU yang memanjang melintasi Pulau Sebatik (through and beyond the object being crossed) seperti yang tertuang dalam lampiran explanatory memorandum setelah Teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891 di ratifikasi oleh pihak Belanda sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal VIII dalam Teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891 yang dutandatangani oleh pihak Inggris.
  9. Seterusnya pihak NKRI mengajukan alasan dengan mebeberkan peta Universal Illustrated Encyclopedia of Spain 1927 dan pernyataan Mentri Luar Negara Amerika, Hay pada tahun 1930. Juga pihak NKRI menyatakan bahwa traktat 1898, traktat 1900, traktat 1930 tidak sesuai disebabkan tidak menyebutkan status Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Dalam Perundingan antara Amerika dengan Inggris yang mendahului traktat 1930 tidak membicarakan Pulau Sipadan dan Ligitan, melainkan Turtle Islands dan Mangsee Islands, yang letaknya jauh dari Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.

10.  Selanjutnya pihak NKRI membeberkan peta yang dibuat Amerika pada tahun 1897 yang diajukan pihak Amerika ketika sengketa Pulau Palmas, Dimana peta 1897 yang dibuat Amerika ini sesuai dengan peta lampiran dalam Memorie van Toelichting.

11.  Dengan pengajuan peta 1897 oleh pihak Amerika menandakan bahwa Amerika mengakui Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan milik Belanda, sekaligus menyatakan semua pulau yang berada disebelah utara garis kedua Pulau tersebut berada digaris garis 4 menit 10 detik LU Teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891 adalah milik Inggris.

12.  Jadi, menurut pihak NKRI, Amerika menguatkan argumen Indonesia bahwa garis 4 menit 10 detik LU memang terus ke laut ke arah timur sampai melintasi Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.

KELEMAHAN TEORI TREATY BASED TITLE ATAU KONVENSI 1891 MENURUT PIHAK MALAYSIA

Menurut pihak Malaysia garis Teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891, yaitu 4 derajat 10 menit LU hanya membelah Pulau Sebatik saja, tidak terus menuju ke timur hingga mencapai Pulau Sipadan-Ligitan. Dimana pihak Malaysia menafsirkan kata “across” yang tercantum dalam Pasal IV teori Treaty Based Title berdasarkan Konvensi 1891 dengan arti bahwa garis batas 4 derajat 10 menit LU sesuai teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891 hanya sampai di pulau Sebatik saja.

TEORI CHAIN OF TITLE ATAU RANTAI KEPEMILIKAN YANG DIAJUKAN PIHAK MALAYSIA

  1. Pihak Malaysia mengajukan alasan dasar berdasarkan teori Chain of Title untuk mengklaim Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang merupakan mata rantai kepemilikan menurut alur Sultan Sulu – Spanyol – AS – Inggris – Malaysia. Dimana masing-masing Negara memiliki hak kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.
  2. Malaysia mendasarkan klaimnya pada dokumen peta War Department kepunyaan Amerika dan Dokumen The 1907 Exchange of Note antara AS dengan Inggris yang berisi pengakuan Inggris terhadap kedaulatan AS atas pulau-pulau yang terletak di luar 9 mil dari garis pantai, sebagai batas wilayah teritorial. Dimana pulau-pulau yang terletak di luar batas 9 mil adalah berada di bawah administrasi Inggris, termasuk Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.
  3. Dalam Konvensi 1930 yang mendahului The 1930 Anglo-United States Convention antara Inggris-Amerika dinyatakan bahwa Amerika menyerahkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Inggris, yang selanjutnya Inggris menyerahkan kepada Malaysia.

KELEMAHAN TEORI CHAIN OF TITLE ATAU RANTAI KEPEMILIKAN MNENURUT PIHAK NKRI

  1. Menurut pihak NKRI para pelaku transaksi Sultan Sulu, Spanyol, AS, Inggris dan seterusnya sampai Malaysia masing-masing tidak memiliki hak kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Dimana buktinya Sultan Sulu tidak pernah memiliki kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Misalnya Sultan Sulu tidak pernah berusaha untuk memperluas klaimnya atas kedua pulau itu.
  2. Disamping itu, Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan terletak di luar batas 9 mil laut dari mainland dan tidak mungkin menjadi bagian wilayah kekuasaan Kesultanan Sulu yang diserahkan melalui grant kepada Messr Den dan Overbeck pada tahun1878. Disamping itu Filipina sebagai pewaris sah wilayah Kesultanan Sulu tidak mengklaim Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Filipina.
  3. Menurut NKRI Spanyol tidak pernah memiliki hak atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Dimana wilayah kekuasaan Spanyol tidak mencakup kedua Pulau tersebut sebagaimana dinyatakan dalam The 1836 Capitulation between Spain and Sulu yang menyatakan bahwa yurisdiksi Spanyol hanya melingkupi wilayah titik barat Mindanao sampai Borneo dan Pulau Palawan, dengan kekecualian Pulau Sandakan dan daerah lainnya yang merupakan bagian wilayah Sultan di daratan Borneo.
  4. Juga berdasarkan The 1851 Act of Submission dinilai bahwa Act tersebut tidak dapat membuktikan hak Spanyol atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Disebabkan Act tersebut hanya mencatat persetujuan Sultan Sulu atas penegakan kedaulatan Spanyol di Pulau Sooloo dan pulau sekitarnya yang menjadi bagian kepulauan Filipina. Disamping itu The 1885 Protocol yang ditandatangani oleh Inggris, Spanyol dan Jerman tidak dapat membuktikan hak Spanyol atas pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, karena The 1885 Protocol hanya merupakan hasil perjanjian jaminan kebebasan dagang bagi kapal Inggris dan Jerman di Kepulauan Sulu disamping sebagai penegasan penolakan Spanyol atas kepemilikan Sultan Sulu yang menjadi dasar grant 1878 kepada British North Borneo Company (BNBC). Seterusnya dalam The Treaty of Paris (1898) sebagai perjanjian kalah perang Spanyol terhadap Amerika menyatakan bahwa Spanyol menyerahkan kepulauan yang sekarang dinamakan Filipina termasuk juga pulau-pulau yang berada di sebelah utara garis 4 menit 45 detik LU.
  5. Menurut pihak NKRI dokumen peta War Department kepunyaan Amerika tidak dapat digunakan Malaysia untuk mengklaim Pulau Sipadan dan Pulai Ligitan, karena Kantor Hidrografi Amerika telah menghapuskan garis batas yang dibuat melingkari Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, sesuai dengan surat Mentri Luar Negeri Amerika pada tanggal 23 Oktober 1903.
  6. Dokumen The 1907 Exchange of Note antara Amerika dengan Inggris adalah bukan merupakan dokumen yang berisi pengakuan Inggris terhadap kedaulatan AS atas pulau-pulau yang terletak di luar 9 mil dari garis pantai, sebagai batas wilayah teritorial. Melainkan hanya pengadministrasian pulau-pulau di luar batas 9 mil tersebut oleh BNBC, jadi bukan bukan merupakan pelaksanaan hak kewilayahan.
  7. Disamping itu, yang dimaksud dalam dokumen Exchange of Note pulau-pulau itu adalah Turtle Islands dan Mangsee Islands.
  8. Seterusnya pihak NKRI menyatakan bahwa berdasarkan Konvensi 1930 Amerika tidak pernah memiliki hak atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Juga Konvensi 1930 bukan merupakan perjanjian penyerahan kedaulatan, melainkan penegasan kepemilikan Amerika atas Turtel Islands dan Mangsee Islands dalam suatu persetujuan garis batas yang pasti.

KETUA HAKIM MAHKAMAH INTERNASIONAL MEMUTUSKAN ATAS DASAR PERTIMBANGAN EFECTIVITES

  1. Ternyata pihak Majelis Hakim yang diketuai oleh Gilbert Guillaume telah memutuskan bahwa Malaysia adalah pemilik sah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan atas dasar pertimbangan Effectivites (effective occupation).
  2. Dikarenakan terbukti bahwa teori Treaty Based Title atau Konvensi 1891 yang diajukan oleh pihak NKRI dan teori Chain of Title yang diajukan pihak Malaysia tidak bisa dijadikan dasar yang utama untuk menentukan kepemilikan. Dimana Mahkamah Internasional tidak bisa memutuskan hak kepemilikan pihak mana yang kuat berdasarkan dokumen-dokumen itu. Karena kedua-dua teori tersebut sama kuatnya.
  3. Oleh sebab itu Mahkamah Internasional menilai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai daerah tak bertuan atau terra nulius.
  4. Karena menurut Mahkamah Internasional Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai daerah tak bertuan atau terra nulius, maka argumen effectivites yang dipakai dasar pertimbangan oleh Mahkamah Internasional. Dimana menurut Mahkamah Internasional pihak Malaysia telah secara efektif hadir melaksanakan kedaulatannya di Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan jauh sebelum tahun 1969, maka Malaysia adalah pemilik yang sah atas kedua Pulau tersebut. Artinya sebelum Negara Federasi Malaysia berdiri pihak Inggris telah melakukan tindakan administratif nyata yang berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpul telur penyu sejak tahun 1930, dan pembangunan mercu suar sejak awal tahun 1960.
  5. B. PERSENGKETAAN WILAYAH AMBALAT

Sengketa perairan dengan negeri jiran Malaysia kembali terjadi. Setelah pulau Sipadan dan Ligitan jatuh ke Malaysia, kini Malaysia mengklaim blok Ambalat sebagai milik mereka. Ambalat adalah sebuah blok yang kaya akan sumber daya minyak. Ambalat diklaim oleh pihak Malaysia setelah pengadilan Internasional memberikan pulau Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia. Yang unik adalah pengadilan Internasional membuat keputusan tersebut karena pihak Malaysia terlihat ’serius’ untuk memiliki Sipadan dan Ligitan. Sedangkan Indonesia sendiri sudah ’serius’ mengelola blok Ambalat sejak tahun 80-an tanpa ada protes dari pihak Malaysia.

Klaim tumpang-tindih dari dua atau lebih negara pada dasarnya bukan hal istimewa. Hal ini biasa terjadi di wilayah laut yang berdampingan. Hukum laut memberi hak kepada negara pantai untuk memiliki laut wilayah sejauh 12 mil laut, dan zona ekonomi eksklusif serta landas kontinen sejauh 200 mil laut yang diukur dari garis pangkalnya. Bahkan, untuk landas kontinen jarak bisa mencapai 350 mil laut, jika dapat dibuktikan adanya natural prolongation (kepanjangan ilmiah) dari daratan negara pantai itu. Hal ini menyebabkan banyak negara berlomba mengklaim teritori lautnya sesuai dengan hak yang diberikan hukum laut.

Malaysia adalah negara pantai biasa, yang hanya boleh memakai garis pangkal biasa (normal baselines) atau garis pangkal lurus (straight baselines) jika syarat-syarat tertentu dipenuhi. Karena itu, Malaysia seharusnya tidak menyentuh daerah itu karena ia hanya bisa menarik baselines Negara Bagian Sabah dari daratan utamanya, bukan dari Pulau Sipadan atau Ligitan.

Jika Malaysia berargumentasi, “tiap pulau berhak mempunyai laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinennya sendiri”, maka Pasal 121 UNCLOS 1982 dapat membenarkannya. Namun, rezim penetapan batas landas kontinen mempunyai specific rule yang membuktikan keberadaan pulau-pulau yang relatively small, socially and economically insignificant tidak akan dianggap sebagai special circumstances dalam penentuan garis batas landas kontinen. Beberapa yurisprudensi hukum internasional telah membuktikan dipakainya doktrin itu.

Munculnya klaim wilayah perbatasan antar negara biasa terjadi dan bisa terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain tidak adanya perjanjian bilateral mengenai perbatasan wilayah negara, serta perbedaan pandangan tentang hukum Internasional oleh berbagai negara.
Kita tinjau permasalaan ambalat menurut pemahaman kedua negara :

  1. 1. Malaysia

–          Malaysia adalah negara kontinen yang dibatasi perairan Indonesia.

–          Pulau sebatik dan karang unaran yang dulu dianggap hanya dipinjam oleh belanda dari inggris untuk digunakan sebagai pangkalan militer.

–          Berdasar peta wilayah buatan Malaysia 1979, wilayah Ambalat merupakan wilayah Malaysia dihitung dari landas kontinen Serawak.

–          Masuknya Sipadan dan Ligitan ke wilayah Malaysia, garis pantai Malaysia pun ikut bertambah.

  1. 2. Indonesia

–          Indonesia merupakan negara kepulauan yang diakui semua negara di dunia, termasuk Malaysia secara otomatis diperolehnya hak pengelolaan daerah ZEE oleh Indonesia.

–          Indonesia telah mengumumkan peta wilayah Indonesia bersamaan pengumuman wilayah ZEE tahun 1982 dan diterima dunia, termsuk Malaysia.

–          Ekspoitasi wilayah ambalat telah silakukan oleh Indonesia sejak 1989 dan tidak ada potes dari negara manapun.

–          Karena secara historis Pulau Ambalat masuk dalam wilayah Kesultanan Bulungan yang  kini  menjadi salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Indonesia.

–          Landas kontinen secara alami menyatakan bahwa pulau sebatik dan wilayah Karang Unang merupakan terusan dari daratan Kalimantan Timur, bukan Serawak. metode ini adalah cara penentuan secara hukum internasional mengenai klaim pulau tak bertuan.

–          Blok ambalat terletak pula pada laut sulawesi yang kalau dihitung ZEE-nya dari pulau Sulawesi merupakan wilayah Indonesia.

BAB V

PENYELESAIAN YANG DILAKUKAN OLEH DUA PIHAK

Dengan sengketa yang terjadi, kini perlu ditentukan garis pangkal masing-masing negara. Jika situasi di Ambalat memanas dengan telah berhadap-hadapannya kapal perang dan pesawat tempur kedua negara, Malaysia mengatakan semua bisa dirundingkan, maka itu hanya akan mencapai deadlock jika Malaysia bersikukuh untuk dipakainya peta wilayahnya tahun 1979. Peta itu hanya tindakan unilateral yang tidak mengikat Indonesia. Indonesia telah menolak langsung peta itu sejak diterbitkan, karena penarikan baselines yang tidak jelas landasan hukumnya.

Ambalat jelas di bagian selatan Laut Sulawesi dan masuk wilayah Indonesia. Jika kedua negara tetap dalam posisi berlawanan, maka untuk mencegah konflik bersenjata, jalan keluar yang harus ditempuh adalah duduk dalam perundingan garis batas landas kontinen kedua negara, yang sekaligus berarti menyelesaikan kasus Ambalat dengan menerapkan prinsip equitable solution, seperti digariskan UNCLOS 1982.

Indonesia telah berkali-kali mengajak Malaysia duduk di meja perundingan mengenai batas landas kontinen, namun tak ada respons positif. Kini tingkat kesabaran rakyat Indonesia sedang diuji, kasus tenaga kerja Indonesia (TKI), kasus illegal logging, dan konflik Ambalat membawa pandangan negatif tentang Malaysia. Keberadaan TNI Angkatan Laut dapat dibenarkan karena tiap negara harus menjaga kedaulatan negaranya di daerah yang diyakini sebagai wilayahnya. Jika tidak bisa bertindak in good faith, sebagaimana dilakukan negara-negara beradab, maka Malaysia menyisakan ruang bagi Indonesia agar mempertahankan prinsip “bertetangga baik” seperti selama ini dianut Indonesia secara “berlebihan”

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari kasus Ambalat, dapat ditarik manfaat betapa pentingnya penerapan prinsip Wawasan Nusantara dengan sebenar-benarnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah kasus-kasus serupa terjadi di masa depan. Adapun tindakan-tindakan yang perlu dilakukan pemerintah RI antara lain :

1)      Dibuatnya perjanjian tertulis dengan negara-negara tetangga yang adil sesuai dengan hukum Internasional

2)      Adanya usaha menunjukkan eksistensi negara Indonesia di setiap perbatasan terutama daerah rawan sengketa

3)      Pembangunan ekonomi dan budaya yang nyata di daerah perbatasan

4)      Pengawasan wilayah yang diperketat serta ketegasan tindakan dalam melaksanakannya

5)      Dibangunnya kekuatan diplomasi yang mencukupi baik diplomasi damai maupun diplomasi militer.

B. Saran

  • Sebagai warga Negara kita harus menggali potensi negeri yang sampai saat ini belum terlaksana secara maksimal. Paling tidak ikut melindungi dan memperjuangkan wilayah nusantara ini.
  • Selain itu tanpa adanya kerjasama yang baik antara warga Negara dan Pemerintah maka tujuan dan cita-cita Negara tidak akan tercapai. Dengan demikian harus ada keselarasan antara sita warga dan pemerintah serta seluruh rakyat Indonesia.

Blog at WordPress.com.